Laman

Rabu, 29 Februari 2012

Cabul di Istana Habib, Besar karena Assegaf Beda Cara


Jakarta Jl. Raya Kalibata akhir pekan lalu mendadak ramai. Ribuan warga yang kebanyakan anak muda, berbondong-bondong datang ke sebuah masjid Habib Ahmad, yang terletak di belakang mal Kalibata itu.

Parkir sepeda motor tampak membludak. Deretan umbul-umbul bertuliskan Majelis Taklim Shalawat dan Zikir Nurul Mustofa (NM) pun berjejer sepanjang 1 Km dari lokasi pengajian. Di lokasi pengajian juga berjajar pasar kaget yang menjual aneka aksesori busana muslim maupun buku-buku tentang agama.

Malam semakin larut. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 22.30 WIB, habib yang dielu-elukan pun akhirnya datang. Turun dari mobil Toyota New Camry bernopol B 1 NM, Al Habib Hasan Bin Jafar Assegaf langsung berjalan menuju panggung yang terletak di depan Makam Habib Ahmad. Duarr, duarr! Kembang api menyalak mengiringi langkah sang habib. Shalawat pun bergerumuruh menyambut Habib Hasan.

Malam itu jubah merah dipadu sorban putih tampak membalut tubuh Habib Hasan. Tak tertinggal kacamata dan sebilah tongkat yang selalu dibawa setiap mengisi pengajian. Tema ceramah yang dibawakannya adalah tafsir surat al-Asr, surat pendek yang berbicara tentang waktu.

Setelah menafsirkan surat al-Asr dengan singkat, habib lantas bercerita tentang perjalanan kehabibannya beserta keluarganya. Tak sekali pun Habib Hasan menyinggung tudingan pelecehan seksual yang dialamatkan kepadanya oleh bekas santrinya di NM.

Usai pengajian, Habib Hasan tak buru-buru turun dari panggung. Ia harus menunggu jamaahnya yang 'tumplek-blek' di sepanjang jalan membubarkan diri. Sebagian sengaja menunggunya di belakang panggung untuk mencium tangan sang habib.

Namun, untuk mencium tangan habib bukan perkara mudah, sebab begitu habib turun, puluhan pengawal yang mengenakan kemeja putih, jas hitam, dan dasi berwarna ungu langsung membuat pagar hidup untuk memudahkan sang habib berjalan menuju kendaraannya.

Pulang ke kediamannya di kawasan Jagakarsa, sang habib kembali mendapat pengawalan ekstra ketat dari pengikutnya. Mereka mengawal Habib Hasan dengan menumpang dua unit mobil Fortuner serta sebuah Mercedes Benz bernopol B 3 NM.

***

Bagi sebagian warga Jakarta, Habib Hasan adalah fenomena. Mereka begitu gandrung dengan sosok sang habib, yang disebut-sebut punya garis keturunan langsung ke Rasulullah SAW. Apalagi usia sang habib itu masih muda dan berwajah tampan.

Habib Hasan lahir di Kramat Empang, Bogor Selatan, Kota Bogor, 1 Januari 1977. Ia merupakan putra Habib Jafar bin Umar Assegaf. Habib Hasan merupakan anak sulung yang memiliki tiga adik, yaitu Yakut Mustofa, Abdullah, dan Khosim.

Bila dilihat dari silsilah keturunan, Habib Hasan merupakan cicit dari Al Habib Abdulloh bin Muksin Alatas, seorang ulama besar di Bogor. Bahkan, hingga kini makam kakeknya sering diziarahi masyarakat. Makam ini dikenal sebagai Makam Kramat Empang karena letaknya tak jauh dari Pasar Empang dan Kebun Raya Bogor.

Hasan kecil sudah rajin mengaji. Untuk belajar huruf Arab dari Syaikh Usman Baraja, ia belajar bahasa Arab dari Syaikh Abdul Odin Ba'salamah. Sementara belajar Ilmu Nahwu dan Shorof kepada Syaikh Ahmad Bafadhol. Itu dilakukannya sejak duduk di SD hingga SMA. Selepas itu, Hasan kuliah di IAIN Sunan Ampel, Malang.

Selama di Kramat Empang, Hasan pernah memimpin Majelis Taklim Al Irfan pada 1998.

Hasan pertama ke Jakarta dibawa oleh Usman Aray pada awal 2000. Saat itu, Usman berpromosi sang habib bisa menyedot warga Jakarta dalam setiap pengajian. Sebab, banyak warga Jakarta yang gandrung dengan kharisma para habib.

“Tapi sekarang disebut bukan saya yang bawa. Saya sih bersyukur saja karena jadi tak tersangkut dengan kasus Habib,” kata Usman kepada majalah detik.

Karena belum punya tempat tinggal, Hasan yang dulunya berperawakan kurus itu 'numpang' di Masjib Baiturrahman. Lalu, ia ditampung di rumah beberapa tokoh seperti di kediaman Haji Atung, Haji Makmum, Haji Nurul, yang terletak di wilayah Jakarta Selatan.

Kegiatan dakwah Habib Hasan awalnya dilakukan secara keliling dari kampung ke kampung. Santrinya masih sangat sedikit. Lantas, didirikanlah Yayasan NM oleh Habib bersama orang-orang yang pernah ditumpanginya untuk hidup.

Hasan kemudian punya rumah sendiri yang disebut sebagai Istana Segaf. Rumah di Jl. RM Kahfi I, Gang Manggis, Jagakarsa, itu menjadi pusat kegiatan NM hingga saat ini. Habib Hasan lalu menikahi Syarifah Muznah binti Ahmad Al Haddad (Al Hawi) pada 2004 dan dikaruniai tiga anak. Kini Syarifah sedang mengandung anak keempat.

NM mulai berkembang pesat pada 2006. Tak bisa dipungkiri, sukses NM itu sebagian berkat adanya Majelis Rasulullah (MR) yang telah hadir terlebih dahulu di Jakarta. Seorang bekas kru NM mengatakan, saat itu MR memang menjadi rujukan NM dalam menggelar pengajian-pengajian. Bahkan, beberapa ornamen seperti hadrah, umbul-umbul, dan dokumentasi dipinjam NM dari MR.

NM lantas membentuk tim tersendiri untuk memoles citra majelis. Usaha itu membuahkan hasil. NM makin semarak, jamaah NM pun berkembang pesat. Boleh dikata, NM telah menguasai seluruh Jakarta dan menjadi majelis taklim terbesar kedua setelah MR.

Saat ini, jumlah jamaah NM diklaim sebanyak 50 ribu orang. Tak mau kalah dengan MR, sejumlah pejabat mulai dari Fauzi Bowo hingga Presiden SBY pernah menghadiri pengajian NM.

Namun, di balik kesuksesan NM itu, berhembus cerita-cerita tak sedap. Para kru NM dibaiat untuk selalu setia dan mencurahkan seluruh hidupnya kepada Habib Hasan. Mereka didoktrin akan menjadi pasukan terdepan NM melawan orang-orang kafir dan dajal.

“Doktrin-doktrin seperti itulah yang bikin kita semangat karena seolah membela panji-panji Islam dan nabi. Makanya ini yang disebut Assegaf Beda Cara,” kata seorang bekas kru NM. Assegaf Beda Cara itu menjadi salah satu akun facebook NM.

Karena harus 24 jam ikut Habib Hasan, tak sedikit kru NM yang mayoritas masih muda-muda itu putus sekolah. Bekas kru NM itu, sebut saja FZ, sempat mencecap bangku kuliah di sebuah unversitas di Jakarta. Namun, karena waktunya habis untuk NM, kuliahnya terbengkalai.

“Habib bilang ngapain kamu sekolah? Mending ikutan habib akan dapat berkah,” ujarnya.

Tak cukup sampai di situ. Para kru NM juga dituntut loyalitasnya kepada majelis secara materi. Tak jarang para kru mesti 'nombok' untuk menutupi biaya pengajian maupun akomodasi Habib Hasan setiap hari. “Untuk pengawalan dua kan harus bayar total Rp 2,9 juta. Yang Rp 900 saya yang nombokin dengan menjual HP,” katanya.

NM juga mendapat penghasilan yang besar dari setiap pengajian. Dari pihak pengundang saja, NM mematok biaya Rp 15-20 juta per pengajian. Belum lagi dari biaya parkir ribuan kendaraan baik roda dua maupun empat yang dibawa oleh setiap jamaah ke tempat pengajian. Kabarnya, setiap jamaah NM juga diminta memberikan infak sebesar Rp 20 ribu per orang.

Saking terpesonanya dengan NM dan Habib Hasan, sebagian jamaah bahkan merelakan harta bendanya untuk NM. Ada cerita, beberapa jamaah menjual tanah, rumah, dan mobilnya untuk disumbangkan kepada NM. Akibat terlalu loyal salah seorang kepada Habib NM, sampai-sampai seorang jamaah itu dicerai oleh istrinya.

Namun, seluruh kabar negatif itu dibantah oleh salah seorang kru Habib Hasan. “Soal infak wajib itu nggak ada. Kalau sampai ada yang jual rumah atau tanah untuk yayasan itu juga nggak benar. Nggak ada itu,” katanya kepada majalah detik. (WAN/DEN/YOG)

Materi ini telah dimuat di Majalah detik edisi 12 tanggal 20 Februari 2012




Kutipan :
Isfari Hikmat,Bahtiar Rifai - detikNews
Senin, 27/02/2012 15:58 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar