Laman

Selasa, 06 Maret 2012

Munarman: Deradikalisasi Adalah Proyek Barat Hingga Akhir Zaman

Pasca runtuhnya Uni Soviet, Islam menjadi kekuatan baru yang ditakuti Barat. NIC pun memprediksi akan berdirinya model kepemimpinan Islam di tahun 2020. Barat sadar akan posisinya, maka untuk melumpuhkan kekuatan umat muslim, mereka memainkan proyek Deradikalisasi.
“Deradikalisasi merupakan proyek panjang yang tidak akan berhenti hingga akhir zaman,” kata Munarman dalam Diskusi bertema Memerangi Syariat Jihad dengan Deradikalisasi, Minggu, 9/10 di Mesjid Muhammad Ramadhan, Bekasi.

Dalam Dokumen berjudul Deradicalizing Islamis Extremists, Barat faham betul bahwa untuk melumpuhkan seluruh sel umat muslim tidak cukup hanya dengan cara penangkapan dan pembunuhan. Kalau dibunuh, mujahid masih bisa muncul lagi. Maka upaya yang mereka melakukan sangat mendasar, yaitu membelokkan pemahaman syariat Islam dan jihad yang difahami umat Islam saat ini.

Rand Corporation sendiri adalah lembaga yang berjasa besar dibalik proyek ini. Pada tahun 2007 mereka melakukan riset di banyak Negara muslim untuk memetakan kekuatan umat. Mereka bekerja pada misi zionisme.
“Dari hasil laporan itu, mereka menyerahkannya kepada Amerika Serikat. Mereka dikontrak oleh AS untuk mengetahui kehidupan umat muslim. Ini supaya Amerika dapat membuat kebijakan di Negara-negara muslim, seperti Indonesia.” sambung mantan ketua YLBHI ini.

Dari hasil penelitian, Rand kemudian melakukan klasifikasi. Setidaknya ada empat klasifikasi yang dilabelkan Rand ke tubuh umat muslim. Pertama adalah Kelompok Fundamentalis. Ciri-cirinya ada empat, yaitu mereka pro penegakan syariat Islam, berjuang untuk menegakkan khilafah Islamiyah, anti demokrasi dan juga kritis terhadap Barat.
“Maka status kelompok fundamentalis ini bagi Barat berbahaya. Cara menanggulanginya adalah habisi!” tambah Munarman di acara yang juga dihadiri Habib Rizieq Shihab dan Ustadz Abu Jibril ini.

Selanjutnya ada pula kelompok tradisionalis. Pada dasarnya, kelompok ini pro terhadap Syariat Islam dan Khilafah, tapi mereka masih bisa menerima demokrasi. Kelompok ini diupayakan Barat untuk tidak dekat dengan kelompok fundamentalis. Maka cara yang dimainkan Barat adalah adu domba, “Mereka harus diprovokasi untuk bertentangan pada masalah-masalah yang sifatnya furu' dalam Islam.” Lanjut Munarman dihadapan 300-an jama’ah.

Dua kelompok tersisa, modern dan sekularis, adalah kelompok yang bertolak belakang dengan barisan fundamentalis dan tradisionalis. Mereka pro demokrasi, tidak setuju Syariat Islam dan penegakkan Khilafah, “Meski kritis dengan Barat, kelompok Modernis masih bisa dibina. Tujuannya untuk dijadikan pemimpin di negeri-negeri muslim. Jangan heran gelar mereka banyak Profesor Doktor,” tambah Munarman.

Selanjutnya kata Munarman, rekomendasi Rand ternyata tidak saja mensasar kalangan modernis, tapi juga mujahid. Hal ini dapat terlihat dari berbeloknya beberapa kalangan yang pernah turun berjihad. Salah satu pendekatan yang dimainkan adalah ekonomi.
“Orang-orang yang sudah berjihad itu kemudian harus diberi modal hingga mereka nantinya hanya disibukkan dengan akfititas dagang saja,” tutur Munarman

Untuk kasus Indonesia, banyak para tokoh yang menjadi narasumber proyek ini semua. Setidaknya, Munarman memberkan beberapa nama seperti Ansyad Mbai (Ketua BNPT), Nassir Abbas (Alumni Afghan), dan Goris Mere (Kepala Pelaksana Harian BNN). (Pz)

Kutipan :
Era Muslim
Senin, 10/10/2011 10:42 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar