JAKARTA - Benar adanya, jika JIL telah meredup, setelah desas-desus mereka tidak lagi mendapat bantuan asing. Ini disitir dari pendapat Ulil Abshar Abdala yang mengklaim bahwa dana asing itu terakhir diterima oleh JIL pada tahun 2004.
Bicara soal dana kegiatan, diakui Novriantoni, koordinator program JIL, dulu JIL memperolehnya dari The Asia Foundation (TAF) dari tahun 2001-2005. Pertengahan 2005 tidak dapat lagi dari TAF. Jadi sekarang JIL dananya dari voluntary (sumbangan sukarela). Misalnya Goenawan Mohamad saweran (sumbangan dana) buat JIL perbulan, dan beberapa orang lain simpatisan yang juga saweran untuk JIL.
“Jadi ada beberapa orang yang support JIL terus menerus. Funding asing tidak kita pakai lagi, kecuali ada yang mengajak kerjasama, misalnya kedutaan ajak kerjasama program diskusi kampus, pengadaan buku dan sebagainya. Secara umum bukan funding yang menentukan program kita, mereka mau support oke, tidak mau juga gak apa apa. Kita yang menentukan program, bukan funding,” kata Novri.
Kendati kere, diakui Novriantoni, donatur domestic kecil-kecilan tetap ada. Yang memberi sejuta perbulan ada tiga juta. “Untuk kaya, JIL memang tidak bisa, tapi sekedar untuk survive saja. JIL itu NGO yang berdana kecil tapi kerjanya banyak. Hanya dengan 400jutaan JIL bisa bikin 50-an diskusi dalam setahun,” ungkap Novri.
Yang pasti, Koordinator JIL Ulil Abshar Abdalla sempat mengakui, bahwa JIL didanai oleh The Asia Foundation (TAF). Perihal jumlahnya, seperti diakui Ulil, setiap tahun JIL mendapat sekitar Rp. 1,4 milyar. “Selain itu, JIL juga mendapatkan dana dari sumber-sumber domestic, Eropa dan Amerika. Tapi yang paling besar berasal dari TAF,” kata Ulil.
Para pengasong paham Sepilis tak lebih dari budak-budak kuffar yang ikut dalam gerbong imprealisme Barat untuk menaklukkan negeri-negeri Muslim. Keberadaannya tak hanya mengancam umat Islam, tapi juga bangsa ini secara keseluruhan.
Sekularisme, Pluraslisme dan Liberalisme adalah tiga ide besar yang hingga saat ini terus dijajakan AS dan sekutunya, dengan bantuan para pengasong di negeri-negeri Muslim, seperti Indonesia. Mereka yang menjadi budak Barat itu adalah Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dimotori oleh Ulil Abshar Abdalla, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) yang dimotori oleh Siti Musdah Mulia, Freedom Institute yang dimotori oleh Luthfi Asy-Syaukanie, the Wahid Institute yang dimotori oleh Yeni Abdurrahman Wahid.
Siapa lagi? Setara Institute yang dimotori oleh Hendardi, International Center for Islam and Pluralism yang dimotori oleh M. Syafi'i Anwar, Komunitas Salihara yang dimotori oleh Goenawan Mohammad dan Guntur Romli, LibforAll Foundation yang dimotori oleh C. Holland Taylor (orang yang seringkali mengajak tokoh-tokoh sekular Indonesia ke Israel), dan masih banyak lagi LSM-LSM komprador yang bekerja sebagai "babu asing" dan menjalankan aksinya untuk merusak akidah dan keyakinan umat Islam.
Sekalipun meredup, nama JIL yang tenar akan kenyelenehannya, kini dibantu media massa untuk kembali menjadi populer pasca meledaknya Bom Utan Kayu dan seakan memberitahukan bahwa JIL memang belum mati, tapi sekarat.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Kamis, 08 Mar 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar